"I feel like I’m killing part of myself, that I’m ignoring my heart until it becomes blind and deaf. I can feel myself growing harder, and I worry that I’m becoming someone you will not love.” -Reign
Live in Fairytale
with another great stories
Jumat, 15 Agustus 2014
Rumput Tetangga (Tidak Selalu) Lebih Hijau
Jika kita sudah berdiri di atas sebuah padang yang hijau dan subur, kemudian ada lagi padang yang lebih hijau dan subur di hadapan kita, perlukah kita melangkah ke padang itu?
Apa kita yakin, jika kita meninggalkan padang yang sudah cukup baik untuk diri kita dan memilih padang yang kita rasa lebih baik itu, akan lebih subur?
Saya yakin dengan Allah yang Maha Kuasa. Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Saya letakkan segalanya kepada Al-Khaliq. Dia lebih mengetahui apa yang baik dan buruk untuk saya.
Rabu, 25 Juli 2012
Makalah Toksikologi
MAKALAH
TOKSIKOLOGI FORENSIK
oleh:
Ayunda Almiradani
Prasillia Ramadhani
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Istilah
forensik belakang ini sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita
kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari
sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis
besar yang dimaksud dengan forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu
pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan.
Tosikologi
forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang menekunkan diri pada
aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan
peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis
kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan
temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat
dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya
ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan
perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat
disebut dengan ”Surat Keterangan Ahli” atau ”Surat
Keterangan”.
Secara
umum tugas toksikolog forensik adalah membantu pebegak hukum khususnya dalam
melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian
menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan
ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di
pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam
dalam analisis racun sebagai bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan
mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya
dari cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam
suatu argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus. Menurut
masyarakat toksikologi forensik amerika “society of forensic toxicologist,
inc. SOFT” bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab
kematian
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang
di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku
(menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor dijalan raya, tindak
kekerasan dan kejahatan, penggunaan dopping).
- Analisis obat terlarang di darah dan urin pada
kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik
adalah membuat suatu rekaan rekonstruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai
sejauh mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan perubahan perilaku
(menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan kecelakaan fatal,
atau tindak kekerasan dan kejahatan). (Wirasuta, 2009).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
mekanisme kerja dan efek yang tidak diinginkan dari bahan kimia yang bersifat
racun serta dosis yang berbahaya terhadap tubuh manusia (Prasetya Putri, 2011).
· Macam-macam toksikologi:
- Toksikologi
klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap
penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik
dari bahan toksik tersebut. Efek
merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan
keadaan toksik (UnSU, 2011).
Efek toksisitas yang
ditimbulkan oleh keracunanmakanan/minuman dapat bersifat akut atau kronis. Keracunan
akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun yang memiliki toksisitas yang tinggi,
dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat menimbulkan efek fisiologis yang
berat. Jenis keracunan ini umumnya mudah diidentifikasi danmenjadi perhatian
masyarakat. Sebaliknya keracunan yang bersifat kronis efek toksisitasnya baru
dapat terlihat atau teridentifikasi dalam waktu yang lama, umumnya tidak
disadari dan tidak mendapat perhatian. Peningkatan yang berarti terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh bahan beracun seperti tumor (kanker),
gangguan enzimatik, gangguan metabolisme, gangguan sistem syaraf, mungkin saja
merupakan akibat dari penggunaan berbagai jenis bahan kimia yang bersifat
toksis dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat (Wirasuta, 2007).
- Toksikologi
lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan
pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara
manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.
- Toksikologi
forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek
membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu mencari/menjelaskan
penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan (Buchari, 2010).
Menurut
Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal),
yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi
kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila
mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh,
kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan,
racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan
dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi
hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang
dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian (Santoso, 2005).
2.2 Macam-macam
dosis
- Dosis
pemakaian: dosis normal yang dipakai seseorang tetapi tujuannya bukan untuk
pengobatan. Misalnya untuk menjaga kesehatan tubuh.
- Dosis
terapi: dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang optimal
- Dosis
minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi
- Dosis
maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam tanpa
memperlihatkan efek toksik
- Dosis
toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik
- Dosis
letal: dosis yang sedemikian besarnya dapat menyebabkan kematian pada hewan
percobaan (Aria, 2008).
2.3 Cara
masuk racun ke dalam tubuh
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya
racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena,
intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah bila
melalui kulit yang sehat (Kedokteran Forensik, 1997).
2.4 Cara
kerja racun di dalam tubuh
- Racun
yang bekerja lokal
Misalnya:
ü Racun
bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat
ü Racun
bersifat iritan: arsen, HgCl2
ü Racun
bersifat anastetik: kokain, asam karbol
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya
akan menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan
kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena
peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran
pencernaan.
- Racun
yang bekerja sistemik
Walaupum kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam
golongan ini biasanya memiliki akibat/afinitas pada salah satu sistem atau
organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh
lainnya.
Misalnya:
ü Narkotik,
barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat
ü Digitalis,
asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung
ü Strychine
terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang
ü CO,
dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan
ü Cantharides
dan HgCl2 terutama
berpengaruh terhadap ginjal
ü Insektisida
golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh
terhadap hati
- Racun
yang bekerja lokal dan sistemik
Misalnya:
ü Asam
oksalat
ü Asam
karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan
menimbulkan depresi pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini
dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap dan
berpengaruh terhadap otak
ü Arsen
ü Garam
Pb (Emo, 2010).
2.5 Faktor
yang mempengaruhi kerja racun
-
Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang
maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun
yang berbentuk gas tertentu akan memberikan efek maksimal bila masuknya ke
dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara
ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis
yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya
racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian
secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan yang
paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang
sehat.
-
Keadaan tubuh
ü Umur
Pada umumnya anak-anak dan rang tua lebih sensitif
terhadap racun bila dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa
jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih
tahan.
ü Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau
penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan
orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis
toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses
detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya.
Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau
penyakit pada saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek,
sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh
terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian seseorang karena penyakit
tanpa penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe
gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala
gastrointeritis yang lumrah dijumpai.
ü Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun
yang dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena
terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya
menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pecandu narkotik, yang
dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi
inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi
kematian, walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.
ü Hipersensitif
(alergi idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin,
streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian,
karena si korban sangat rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi
ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan
apakah kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan
harus ditentukan pula apakah pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi.
Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut dapat mempengaruhi
berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat tersebut.
-
Racunnya sendiri
ü Dosis
Besar kecilnya dosis racun akan menentukan
berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan
akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada toleransi,
gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum
mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat
bawaan/kongenital atau toleransi yang didapat setelah seseorang menderita
penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan
detoksifikasi dan ekskresi.
ü Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal
misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan
dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara
sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan
berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
ü Bentuk
dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan
efek bila dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan
racun dalam keadaan lambung kosong tentu akan lebih cepat keracunan bila
dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi
makanan.
ü Adiksi
dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan
alkohol, morfin, atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis letal.
Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal
seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana kadar
racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari
kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan
racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban
disebabkan karena anafilaksi yang fatal atau karena adanya toleransi.
ü Susunan
kimia
Ada beberap zat yang jika diberikan dalam susunan kimia
tertentu tidak akan menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara
tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.
ü Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan
lebih dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena
reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya
sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan
kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru
yang terjadi pada keracunan akut obat-obatan golongan narkotik (Santoso, 2005).
2.6 Motif
keracunan
- Kecelakaan
- Bunuh
diri
- Pembunuhan
2.7 Prinsip
pengobatan pada keracunan
1. Resusitasi
(ABC)
2. Eliminasi
- Tujuan
menghambat penyerapan, kalau dapat menghilangkan bahan racun/hasil metabolisme
tubuh
- Dapat
dikerjakan dengan cara:
ü Emesis
° Menggunakan
sirup ipecac à
mengeluarkan sebagian isi lambung jika diberikan dengan segera setelah
keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif, sekarang tidak dipakai lagi.
° Indikasi:
jarang.
° Kontrindikasi:
pasien pusing, tidak sadar, atau kejang atau pada pasien keracunan kerosin atau
hidrokarbon yang lain, racun korosif, konfulsan kerja cepat (tricyclic anti
depresan, stricnin, kamper).
° Tehnik:
berikan 30 ml sirup diikuti dengan 8 gelas kecil air/800cc, jika diperlukan
ulani setiap 20 menit.
ü Katarsis
(intestinal lavage)
° Diberi
laksans
° Cara
pemberian: magnesium sulfat 10% 2-3 ml/kg atau sorbitol 70% 1-2 ml/kg
ü Kumbah
lambung
° Efektif
pada racun yang berbentuk cair/pil yang kecil dan sangat efektif jika dilakukan
<1 jam setelah keracunan
° Indikasi:
pada keracunan yang dalam jumlah banyak untuk mengidentifikasi jenis racun dan
untuk pemberian carcoal dan antidotum.
° Kontraindikasi:
tidak digunakan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan tidak ada reflek
gag.
° Cara
melakukan: pada pasien dengan penurunan kesadaran resiko pneumonia aspirasi
dapat dikurangi dengan membaringkan pasien dengan kepala dibawah, posisi
lateral kiri dikubitus, dan jika diperlukan dapat dilakukan intubasi
endotracheal untuk melindungi jalan nafas measukkan selang yang sudah diberi
anestesi lokal melalui mulut atau hidung ke dalam lambung. Lakukan aspirasi
kemudian lakukan lavage berulang dengan 50-100 cc cairang hingga cairan yang
kembali jernih (gunakan air hangat/salin)
ü Karbon
aktif
° Dapat
mengabsorbsi hampir semua jenis obat dan racun, kecuali besi, lithium, Na, K,
sianida, mineral asam dan alkohol.
° Indikasi:
sebagai pilihan utama pada keracunan lewat lambung dan usus
° Kotraindikasi:
pada pasien dengan penurunan kesadaran/kejang kecuali jika diberikan melalui
NGT dan jalan nafas harus dilindungi dengan ETT. Pada pasien dengan obstruksi
ileus atau intestinal
° Cara
pemberian: berikan 60-100 mg oral. Pengulangan dosis dapat dilakukan untuk
meningkatkan absorbsi racun.
ü Diuresis
paksa
Pada dugaan racun berada dalam darah dan dapat
dikeluarkan melalui ginjal
ü Dialisis
(Dialisis Peritoneal)
Pada keracunan bahan yang dapat didialisis
ü Mandi
dan keramas
Pada keracunan bahan yang dapat lewat kulit
3. Terapi
penyangga (suportif)
- Mempertahankan
fungsi alat vital tubuh
- Memperhitungkan
keseimbangan cairan, elektrolit, asam-basa, kalori setiap hari
4. Antidotum
- Hanya
kurang dari 10% bahan kimia yang mempunyai antidotumnya
- Beberapa
contoh antidotum:
ü Nallorphine
untuk keracunan morphine
ü Atrophine
sulfat untuk keracunan fosfoat organik
ü Na-thiosulfate
untuk keracunan sianida (Sya’roni, 2012).
2.8 Cara
diagnosa keracunan
Kriteria diagnostik pada keracunan adalah
-
Anamnesa kontak antara korban dengan racun
-
Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai
dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga
-
Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan
bahwa benda bukti tersebut, memang racun yang dimaksud
-
Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya
perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga;
serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian lain
-
Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi,
harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan
tubuh korban, secara sistemik
2.9 Bilamana
dibutuhkan pemeriksaan toksikologi
Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan
oleh bakteri, kuman, virus, atau pun trauma; maka keracunan kasusnya relatif
sedikit, sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan dalam penanganan pasien;
untuk itu perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi perlu
dilakukan.
Tabel 1. Kasus-kasus toksikologi forensik
yang melibatkan
Jenis Kasus
|
Pertanyaan yang muncul
|
Litigasi
|
Kematian yang tidak wajar (mendadak)
|
Apakah ada keterlibatan obat atau racun sebagai
penyebab kematiannya?
|
Kriminal: Pembunuhan
Sipil: klaim tanggungan asuransi, tuntunan kepada
pabrik farmasi atau kimia
|
Kematian di penjara
|
Kecelakaan, pembunuhan yang melibatkan racun atau
obat terlarang?
|
Kriminal: pembunuhan
Sipil: gugatan tanggungan dan konpensasi terhadap
pemerintah
|
Kematian pada kebakaran
|
Apakah ada unsur penghilangan jejak pembunuhan?
Apa penyebab kematian: CO, racun, kecelakaan, atau
pembunuhan?
|
Kriminal: pembunuhan
Sipil: klaim tanggungan asuransi
|
Kematian atau timbulnya efek samping obat berbahaya
akibat salah pengobatan
|
Berapa konsentrasi dari obat dan metabolitnya?
Apakah ada interaksi obat?
|
Malpraktek kedokteran, gugatan terhadap fabrik
farmasi
|
Kematian yang tidak wajar di rumah sakit
|
Apakah pengobatannya tepat?
Kesalahan terapi?
|
Klaim malpraktek, tindak kriminal, pemeriksaan oleh
komite ikatan profesi kedokteran (”IDI”)
|
Kecelakaan yang fatal di tempat kerja, sakit akibat
tempat kerja, pemecatan
|
Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, atau
obat-obatan?
Apakah kematian akibat ”human eror”?
Apakah sakit tersebut diakibatkan oleh senyawa kimia
di tempat kerja? Pemecatan akibat terlibat penyalahgunaan Narkoba?
|
Gugatan terhadap ”employer”, Memperkerjakan
kembali
|
Kecelakan fatal dalam menyemudi
|
Meyebabkan kematian?
Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan atau
Narkoba?
Kecelakaan, atau pembunuhan?
|
Kriminal: Pembunuhan, kecelakaan bermotor
Sipil: klaim gugatan asuransi
|
Kecelakaan tidak fatal atau mengemudi dibawah
pengaruh obat-obatan
|
Apakah kesalahan pengemudi? Mengemudi dibawah
pengaruh obat-obatan atau Narkoba?
|
Kriminal: Larangan Mengemudi dibawah pengaruh
Obat-obatan atau Narkona
Sipil: gugatan pencabutan atau pengangguhan SIM
|
Penyalahgunaan Narkoba
|
Penyalahgunaan atau pasient yang sedang mengalami
terapi rehabilitasi narkoba
|
Kriminal:
Sipil: rehabilitasi
|
Farmaseutikal dan Obat palsu, atau tidak memenuhi
syarat standar ”Forensik Farmasi”
|
Identifikasi bentuk sediaan, kandungan sediaan obat,
penggunaan obat palsu.
|
Kriminal: pengedaran obat ilegal.
Sipil: tuntutan penggunan obat palsu terhadap dokter
atau yang terkait
|
(IGD RSUD BUOL, 2009).
2.10 Pemeriksaan
toksikologi
Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati
akibat racun umumnya tidak akan di jumpai kelainan-kelainan yang khas yang
dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnose atau menentukan sebab
kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus
dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setian kasus keracunan atau yang
diduga mati akibat racun. Setelah mayat si korban dibedah oleh dokter kemudian
diambil dan dikumpulkan jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban
untuk dijadikan barang bukti dan bahan pemeriksaan toksikologi. Prinsip
pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah
disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis.
Secara umum sampel yang harus diambil adalah :
1. Lambung dengan isinya.
2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat
sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60cm.
3. Darah yang berasal dari sentral (jantung),
dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a. femoralis dan sebagainya)
masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang
lain tidak diberi bahan pengawet.
4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak
boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500gram.
5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus
keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila urin tidak tersedia.
6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk
keracunan khloroform dan keracunan sianida,
hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.
7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh
karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui urin, khususnya untuk tes
penyaring pada keracunan narkotika, alcohol, dan stimulan.
8. Empedu sama halnya dengan urin diambil
oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama narkotika.
9. Pada kasus khusus dapat diambil :
a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius
5-10 sentimeter.
b. Jaringan
otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus
psoas sebanyak 200 gram.
c. Lemak di bawah kulit dinding perut
sebanyak 200 gram.
d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.
e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.
f. Cairan otak sebanyak-banyaknya.
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x
volume sampel tersebut, bahan pengawet yang dianjurkan :
a. Alcohol absolute.
b. Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling
ideal).
Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.
a. Natrium fluoride 1%
b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk
setiap 10ml sampel)
Kedua bahan diatas untuk sampel cair adalah Natrium
Benzoat dan phenyl mercury nitrate khusus urin.
Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang
bersih/baru.
1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada
gelas kaca, jka pada gelas plastic darah yang bersifat aak asam dapat
melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri, karena dapat membuat
keliru pada analisa gas kromatografi.
2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu
diberi label pada tabung sampel darah:
a. Pembuluh darah femoral.
b. Jantung.
Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :
1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena
ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum
ditdarusuk pada trans-thoracic secara acak, secara umum tidak bisa diterima,
karena bila tidak berhatihati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari
esophagus, kantung pericardial, perut/cavitas pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum
panjang yang dimasukan pada bagian bawah dinding perut terus sampai pada tulang
pubis.
Pada mayat yang diotopsi :
1. Darah diambil dari vena femoral.
2. Jika
darah tidak dapat diambil dari vena
femoral, dapat diambil dari: Vena subklavia, Aorta, Arteri pulmonalis, Vena
cava superior dan Jantung.
3. Darah seharusnya diberi label sesuai
dengan tempat pengambilan.
4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya
berhubungan dengan trauma massif, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah
tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan.
a. Darah diambil dan diberi label sesuai
dengan tempat pengambilan.
b. Jika dilakkukan tes untuk obat tersebut
tidak dibawah efek obat pada saat kematian.
c. Jika tes positif harus diperhitungkan
kemungkinan kontaminsai.
d. Pada beberapa kasus bahan lain seperti
vitreus/ otot dapat dianalisa untuk mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam
kavitas darah.
Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah
diambil sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk
pemeriksaan histopatologik. Pengambilan sample untuk pemeriksaan toksikologi
adalah sebagai berikut :
1. Lambung dengan isinya.
2. Seluruh usus dengan isinya
3. Darah, yang berasal dari sentral
(jantung), dan yang berasal dari perifer (v. jugularis. A. femoralis dsb).
4. Hati.
5. Ginjal, diambil keduanya.
6. Otak.
7. Urin.
8. Empedu bersama-sama dengan kantung empedu.
9. Limpa.
10. Paru-paru
11. Lemak badan.
Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :
1. Alcohol absolute.
2. Larutan garam jenuh.
3. Natrium fluoride 1%.
4. Natrium fuorida + natrium sitrat.
5. Natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate.
Alcohol dan larutan garan jenuh untuk sampel padat atau
organ, sedangkan NaF 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair,
sedangkan natrium benzoate dan mercuric nitrat khusus untuk pengawetan urin.
1. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi.
Untuk wadah
pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9 wadah, karena
masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh
dicampur, yaitu :
a. 2 buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan
usus.
b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung
beserta isinya, otak dan ginjal.
c. 4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah)
urine dan empedu.
Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu
dengan mencuci dengan asam Kromat hangat lalu dibilas dengan Aquades dan
dikkeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan selain penentuan kadar
AchE dalam darah dan plasma dapat juga dilakukan pemeriksaan.
a. Kristalografi.
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/
minuman, muntahan, isi lambung dimasukan ke dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air
sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrate yang didapat, diteteskan di bawah mikroskop. Bila bentuk
Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
b. Kromatografi lapisan tipis (TLC).
Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan
absorben gel silikat atau dengan alumunium oksida, lalu dipanaskan dalam oven
110° C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah
atau jaringan korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca, disertai dengan
tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya
sebagai pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya
n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut diatas. Dengan daya
kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan
filitrat-filitrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan
reagensia Paladum klorida 0,5% dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin
0,5% dalam alcohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon
terklorinasi sedangkan bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan
organofosfat.Untuk menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan
menentukan Rf masing-masing bercak. Angka yang didapat dicocokan dengan
standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan
intensitas warnanya dengan pembandingan, dapat diketahui konsentrasinya secara
semikuantatif.
2. Cara pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka
pengiriman bahan pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan
pemeriksaan.
b. Contoh bahan pengawet harus disertakan
untuk control.
c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan
diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat pengambilan bahan, nama
korban, bahan pengawet dan isinya.
d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara
singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan gejala klinis.
e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik
harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaa racun apa
yang menyebabkan intoksikasi.
f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus
dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau
pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap persilangannya
diikat mati serta diberi lak pengaman.
g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana
juga harus dabuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan
dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan barang bukti lain
seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat
contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.
h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban
hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan local saat pengambilan
darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila
kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau
mercuri klorida 1%.
Setelah semua proses pemeriksaan diatas
dilakukan oleh ahli
kedokteran kehakiman maka hasil pemeriksaan
tersebut dituangkan ke dalam
sebuah surat yaitu surat visum et repertum.
Setelah dibuat berdasarkan aturan
yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat
digunakan sebagai alat bukti di
dalam proses peradilan (Sinaga, 2010).
2.11 Dasar
hukum
-
KUHPidana pasal 202 – 205
Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke
dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau
untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya
bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang
mati, yang ber- salah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 203
(1) Barangsiapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu dimasukkan ke dalam sumur,
pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk
dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan
itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang
mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 204
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan,
menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa
atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang
mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-bagikan tanpa diketahui sifat
berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang
mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, 2010).
-
Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang
psikotropika
Penyalahgunaan (pasal 59 ayat 1a)
Pengedar (pasal 59 ayat 1c)
Produsen (pasal 59 ayat 1 dan 2)
-
Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang
narkotika
-
Keppres RI No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan
dan pengendalian minuma beralkohol
-
Pasal 133 ayat 1 KUHAP
Pasal 133
(1) dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang koraban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
2.12
Toksikologi Khusus
2.12.1 Keracunan Gas
SIANIDA
Definisi
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat
toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat melalui :
-
inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan,
sisa pembakaran seluloid, penyemprotan / fumigasi kapal)
-
oral, yaitu garam CN yang dipakai pada
peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta fotografi dan amigdalin yang
didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam
sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam
bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan menginaktifkan
enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase
juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor)
sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel
tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2
ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan
paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2.
Takaran
toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau NaCN
adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit
sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
Tanda dan Gejala Keracunan
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang
ditelan dapat dengan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat
timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek antara menelan racun
sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah,
hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus,
pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka,
keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang
tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau amandel. Menjelang
kematian, sianosis tampak nyata dan timbul kedutan otot-otot yang berlanjut
dengan kejang disertai inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi
menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi,
lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps,
kejang, koma, dan meninggal.
Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau
amandel yang merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Selain itu
didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam
jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena
jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Pada korban yang menelan garam alkali
sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan
berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan
mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang
dapat terjadi antemortal dan postmortal.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah, isi perut, urin dan muntahan harus
diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian khusus bahwa sampel terhindar
dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak dikemasnya sampel
tersebut. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada
kemungkinan terjadinya keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh
inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam
kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
KARBONMONOKSIDA
Definisi
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir. GasCO dapat
ditemukan pada hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon. Sumber terpenting
adalah motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sumber lain CO adalah gas
arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas,
lemari es gas dan cerobong asap yang bekerja tidak baik. CO hanya diserap
melalui paru dan sebagian besar diikat oleh Hb secara reversibel, membentuk
karboksi-hemoglobin. Afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila
korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5
jam dan setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO
berkaitan dengan kadar COHb dalam darah
Tanda dan Gejala Keracunan
Tabel Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO
Saturasi COHb
|
Gejala
|
10 %
|
Tidak ada
|
10% - 20%
|
Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan
|
20% - 30%
|
Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
|
30% - 40%
|
Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram,
mual dan muntah, kolaps
|
40% - 50%
|
Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan
besar kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.
|
50% - 60%
|
Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma
dengan kejang intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes
|
60% - 70%
|
Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan,
mungkin meninggal
|
70% - 80%
|
Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan
meninggal.
|
Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup
biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan
CO.
Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam
mayat yang berupa Cherry Red pada
kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb
mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai
kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji
Kualitatif
Menggunakan 2 cara:
Uji Dilusi Alkali
Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam
tabung pertama 1-2 tetes darah korban.
Tabung kedua 1-2 tetes darah control. Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10ml air.
Tambahkan masing-masing tabung 5 tetes NaOH
10-20% lalu dikocok.
Uji Formalin
Darah yang diperiksa ditambahkan
dengan larutan formalin 40% sama banyak. Bila
darah mengandung COHb dengan saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada
dasar tabung reaksi. Pada darah
normal. Terbentuk koagulat warna coklat.
Uji
Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium
Ferisianida à CO
dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O à Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan
pada kertas saring berupa endapan berwarna
hitam.
INSEKTISIDA
Insektisida merupakan bahan yang digunakan
untuk membunuh serangga dalam pertanian, perkebunan dan rumah tangga. Kasus kematian akibat insektisida seringkali
terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Insektisida yang sering digunakan,
antara lain :
1. golongan
fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
2. golongan
karbamat : carbaryl, baygon
3. golongan
hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
1. GOLONGAN INHIBITOR KOLINESTERASE
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat
dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat
inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat
reversibel. Inhibisi mengakibatkan terjadinya akumulasi asetilkolin, rangsangan
pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan
henti jantung.
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala klinis berupa
gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif. Tanda dan
gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot,
hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis,
papil edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.
Pemeriksaan Forensik
Pada pemeriksaan dalam
ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam lambung ditemukan cairan
yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan larutan
insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami
perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak
dan paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan
penyebab kematian pada keracunan kronis
2. GOLONGAN HIDROKARBON TERKHLORINASI
Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini
adalah DDT, ALdrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Lindane. DDT lambat diabsorbsi
melalui saluran cerna. Insektisida dalam bentuk bubuk tidak diabsropsi melalui
kulit, tetapi bila dilarutkan dalam solven organik mungkin dapat diabsorbsi
melalui kulit. DDT merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi
langsung pada neuron, yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang
belum jelas. Kematian terjadi akibat depresi pernafasan atau akibat fibrilasi
ventrikel.
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala
keracunan ringan adalah merasa lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit
kepala, parestesia pada lidah, bibir, dan muka, gelisah, dan lesu mental
Gejala keracunan berat adalah pusing,
gangguan keseimbangan, bingung, rasa tebal pada jari-jari, tremoe, mual,
muntah, fasikulasi, midriasis, kejang tonik dan klonik, kemudian koma.
Pemeriksaan Forensik
Pada keracunan kronik,
dilakukan biopsy lemak tubuh yang diambil pada perut setinggi garis pinggang
minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermulut lebar dengan penutuo
dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian sampai 0,1 mg. pada keadaan normal,
insektisida golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm.
Tanda-tanda
congested/asfiksia tampak pada pemeriksaan luar. Hssil pemeriksaan dalam memperlihatkan adanya hiperemi pada mukosa
lambung dan usus disertai perdarahan. Apabila keracunan kronik, dapat tercium
bau zat pelarut (minyak tanah) dan terdapat adanya organ-organ dalam yang
congested, nekrosis hati, serta edema paru.
LOGAM
1. ARSEN
Definisi
As2O3
atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan senyawa
yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As2O3
ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan sedikit rasa
(lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah
larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih.
Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide),
industri (sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang
pengobatan (sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa
anorganik maupun organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan
Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
Tanda dan Gejala Keracunan
Ada 4 tipe gejala keracunan:
1.
Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta
absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi
susunan saraf pusat yang hebat khususnya pusat-pusat vital dimedulla, antara
lain:
-
Circulatory collapse dengan tekanan darah
turun/rendah
-
Denyut nadi cepat dan lemah
-
Pernafasan sukar dan dalam
-
Stupor atau semicomatous
-
Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/
tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.
Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi
pada lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan,
timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
-
Rasa sakit dan cramp pada perut
-
Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
-
Mulut terasa kering
-
Muntah berkepanjangan, kadang-kadang
bercampur darah
-
Profuse diarrhea dengan faeces bercampur
darah.
Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita condong
menunjukkan gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih
condong menunjukkan gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut
pada penderita lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka
kebiruan dan cemas, kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas,
delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan
tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila
penderita dapat melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan
hidup.
3.
Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang
kali dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar
tetapi tidak segera menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama
dieksresikan (slow excretion).
Gejalanya:
-
Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian
berkembang menjadi acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
-
Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa
jaringan
-
Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi
dan kronis serta diarhea berkepanjangan
-
Cramp dan dehidrasi
-
Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria
dan hematuria
-
Skin eruption, bengkak seluruh tubuh,
beberapa kasus tampak penderita mengalami keratosis kulit, berat badan menurun
serta keadaan umum korban makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari
kemudian.
4.
Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak
gejala-gejala:
-
Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki
sebagai akibat neuritis kronis disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan
ke arah sentral.
-
Anaesthesia
-
Rambut dan kuku rontok
-
Kadang tampak gastroentritis kronis disertai
anoreksia, nausea, dan diare
-
Kulit mengalami hiperkeratosis dan
hiperpigmentasi
-
Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata
bengkak
-
Garis melintang pada kuku berwarna putih.
-
Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada
telapak tangan dan telapak kaki
Pemeriksaan Forensik
Keracunan Akut :
- Pemeriksaan
luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi
- Pemeriksaan
dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (fleas bitten appearance)
Keracunan Kronik :
- Pemeriksaan
luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenic), keratosis
telapak tangan dan kaki (keratosis arsenic). Kuku
memperlihatkan garis-garis putih (Mee’s
lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku.
- Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
2. TIMAH
Definisi
Plumbum
atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar dalam badan
accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah solder,
bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat pada
bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut surma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan
blush-on.
Timbel
di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang menyebabkan
hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat adalah enzim
delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi hemoglobin.
Tanda dan Gejala Keracunan
Keracunan Akut :
- Korban
merasa sepat (rasa logam), muntah-muntah berwarna putih karena adanya Pb Klorida, dan juga diare
dengan feses hitam akibat adanya PbS. Kedua
hal ini dapat menyebabkan dehidrasi.
Keracunan Kronik :
- korban
tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi, karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di
bawah kulit. Rasa logam pada mulut, anoreksia,
obstipasi, kadang diare.
Pemeriksaan Forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan
melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin, Pada
jenazah, dapat ditemukan,
Keracunan Akut :
- Tanda-tanda
dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung warna putih. Usus spastic dan feses berwarna hitam.
Keracunan Kronik :
- Tubuh
sangat kurus, pucatm terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronikm dan pada usus nampak bercak-bercak hitam
Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang,
ginjal, jati dan otak, sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ
tersebut.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksisitas Pb
dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar Pb dalam darah, ulas
darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas pada Pb, dan
protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan
koproporfirin III juga dapat dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb (Darmono,
2009)

KERACUNAN ALKOHOL
Alkohol ada 2 jenis:
·
Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)
·
Metil alkohol / Metanol (CH3OH)
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang
bening, mudah menguap dan mempunyai aroma yang khas.
Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan
lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam darah sudah bias ditemukan dalam waktu
5-10 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit
setelah meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol
dalam darah ini bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya
seperti gastritis dan anemia.
Proses absorpsi semakin cepat jika terdapat
air dalam saluran usus atau lambung dalam keadaan kosong. Wine (anggur)
merupakan jenis minuman yang paling cepat penyerapannya.
Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati
(90%) dan mengalami oksidasi. Sisa yang 10% diekslresikan melalui kulit,
paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Alkohol bisa menjadi sumber energy yang
baik, dimana setiap 1 gram dapat menghasilkan 7 kalori.
KERACUNAN ALKOHOL AKUT
Tanda dan gejala keracunan
Terdiri atas 3 tahap:
1.
Tahap merasa dalam keadaan senang
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada
pusat-pusat hambatan di otak, keadaan ini disebut fenomena pelepasan (release
phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama dan dapat terlihat pada semua
kasus. Tanda-tandanya:
·
Muka merah
·
Pasien sangat banyak bicara
·
Pasien kehilangan pengendalian diri
·
Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan
halus, misalnya meminum air, memasukkan benang ke dalam jarum. Ada kalanya
pasien menjadi:
·
Berperilaku kasar
·
Bersifat sentimental
·
Inkoordinasi
·
Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi
terhadap cahaya
·
Pernafasan berbau alkohol
Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan
2.
Tahap kebingungan
Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat
lainnya pada otak sehingga berkaitan dengan:
·
Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat
·
Pasien tidak dapat berjalan lurus
·
Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau
·
Penglihatan kabur
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan
akhirnya menjadi tidak sadarkan diri. Pada tahap ini pasien masih bisa
dibangunkan dengan suara yang kuat atau cubitan.
3.
Tahap koma
Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan
kembali pada tahap pertama. Tetapi perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap
koma.
·
Pernafasan lambat dan mendengkur
·
Denyut nadi cepat dan halus
·
Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun
dengan guncangan keras
·
Suhu tubuh di bawah normal (hipotermia)
·
Pupil sedikit mengalami konstriksi
·
Kematian terjadi karena;
- Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi
- Anoksia
otak akut
- Pneumonia atau edema paru
·
Sebelum kematian mungkin mengalami
kejang-kejang
Dosis fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang
diminum, tetapi juga bergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya.
Misalnya alkohol absolut sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal. Untuk anak-anak
berusia dibawah 12 tahun, alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat
berakibat fatal.
|
A :
jumlah alkohol yang diminum
C :
kadar alkool darah(mg%)
P :
berat badan(kg)
R :
konstanta (0,0007)
Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL
alkohol absolut sudah dianggap bisa berakibat fatal.
Periode fatal
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak
mempunyai kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam beberapa
menit. Periode fatal bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak
panjang yaitu antara 5-6 hari
Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk
dalam tahap koma, yaitu ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami
konstriksi dan tidak bereaksi terhadap cahaya, maka kemungkinan besar dapat
sembuh.
·
Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar
pasien muntah secara mekanis yaitu dengan menekan orofaring. Zat kimia
perangsang muntah hanya digunakan jika keadaan umum pasien cukup baik.
·
Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien
dalam keadaan tidak dapat dikendalikan. Bahan yang dperoleh dari bilasan
lambung yang pertama diambil untuk bilasan kimia, kemudian bilas lambung
dilanjutkan sampai hasil bilasan lambung tidak mengandung bau alkohol.
·
Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi
·
Penafasan buatan serta oksigen diberikan jika
ditemukan adanya tanda-tanda penekanan pernafasan
·
Obat stimulansia sepert coramine, nikethamide
diberikan dalam bentuk suntikan
·
Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat
·
Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda
bikarbonat melalui oral
·
Jika pasien gelisah diberikan mephenisine
dengan dosis 1-3 gram
·
Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10%
serta garam fisiologis secara intravena, kedalam larutan tersebut ditambahkan
insulin 15 unit, vitamin B1 200 mg. niasinamida 200 mg dan vitamin C 1000 mg
·
Antibiotik diberikan sebagai tindakan
profilaksis terhadap infeksi paru-paru
Pasien diawasi dan diperhatikan tanda-tanda penyembuhan, yaitu;
·
Pasien kembali memasuki tahap kebingungan
·
Ukuran pupil kembali normal
·
Mulai timbul gejala mual dan muntah
Pemeriksaan Forensik
1.
Pemeriksaan luar
·
Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat
terjadi. Mayat penderita bisa bertahan
lebih lama.
·
Kongesti pada konjungtiva sangat jelas
2.
Pemeriksaan dalam
·
Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan
organ tubuh lainnya
·
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan
isi lambung berwarna coklat
·
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti
·
Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak
antara gyrus otak yang semakin sempit
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
·
Darah
·
Paru-paru
·
Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan
dilakukan sesegera mungkin.
KERACUNAN ALKOHOL KRONIS
Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama.
Korban biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol
digunakan sebagai pelarian dari kenyataan hidup.
Tanda dan gejala
keracunan
·
Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare
·
Tremor pada tangan dan lidah
·
Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai
·
Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan
hipoproteinemia yang mengakibatkan edema anasarka
·
Selain mengalami stres psikologis, pasien
juga mengalami neuritis perifer dan demensia yang akan semakin nyata pada tahap
akhir
·
Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami
koma dan pingsan
Kelainan pada keracunan kronis alkohol:
1.
Pada saluran pencernaan : alkohol dalam
takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan kelainan pada selaput lendir
mulut, kerongkongan dan lambung berupa
gastritis kronis.
2.
Pada hati akan terjadi penimbunan lemak dalam
sel hati, SGOT dan SGPT, trigliserida dan asam urat meningkat.
3.
Pada jantung dapat terjadi kardiomiopati
alkoholik dengan payah jantung kiri dan kanan dengan distensi pembuluh balik
leher, nadi lemah dan edema perifer. Pada jantung akan terlihat hipertrofi
kedua ventrikel, fibrosis endokardial dengan tanda trombi mural pada otot
jantung.
4.
Pada otot akan ditemukan miopati alkoholik
dan histologis di jumpai atrofi serat dan perlemakan jaringan otot.
Sebab dan mekanisme kematian
Mekanisme
kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat
hipertensi portal. Pada autopsi bisa ditemukan memar pada cortex cerebri,
hematom sub-dural akut dan kronis. Depresi pernafasan terjadi pada kadar
alkohol otak lebih besar dari 450 mg%. pada 500-600 mg% dalam darah, penderita
biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.
Pemeriksaan Forensik
1.
Pada orang yang masih hidup dapat
diientifikasi dari bau alkohol yang keluar dari udara pernafasan.
2.
Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik
pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau dari darah vena
3.
Kelainan pada orang yang sudah meninggal
tidak khas. Mungkin ditemukan gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.
4.
Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan
dan tanda inflamasi tapi kadang-kadang juga tak tampak kelainan.
5.
Otak dan darah berbau alkohol.
6.
Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai
edema dan pelebaran pembuluh darah dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh,
pada bagian parenkim organ inflamasi mukosa saluran cerna.
7.
Pada jantung, gambaran serat lintang otot
jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Pemeriksaan
Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar
alkohol dalam otak, hati atau cairan tubuh seperti cairan serebrospinal.
Penentuan kadar alkohol dalam daram lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol
dalam darah hanya menunjukkan orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat,
alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam
jantung sehingga bisa diambil darah dari pemeriksaan darah vena perifer seperti
di daerah cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar
alkohol dalam darah disebut teknik modifikasi mikrodifusi (CONWAY) yaitu
1.
Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang
tengah. Reagen anti dibuat dengan melarutkan 7,7 mg kalium dikromat ke dalam
150 mL air + 280 mL asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 mL
aquadest.
2.
Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah
luar dan masukkan 1 mL kalium karbonat dalam ruang yang berlawanan.
3.
Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan
hati-hati. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang. Angkat tutup
dan amati perubahan warna pada reagen
4.
Apabila reagen berwarna kuning kenari
menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila warna kuning kehijauan menunjukkan
kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna kekuningan sekitar 300 mg%.
Penatalaksanaan
·
Keadaan ini bisasanya adalah masalah
psikiatri karena berbagai masalah yang melatarbelakangi kebiasaan minum alkohol
tersebut
·
Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi
dengan memberikan tablet antabuse (Tetra erthylthiuram disulphide)
dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari. Tablet antabuse hanya diberikan
dengan persetujuan pasien karena keadaan pasien akan sangat memburuk jika
setelah mendapat tablet Antabuse pasien kembali meminum alkohol. Untuk
tujuan yang sama bisa juga diberikan tablet Temposil (Citrated calcium
carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
·
Makanan dengan gizi yang seimbang
·
Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya
defisiensi. Pemberian vitamin ini harus tetap diberikan untuk jangka waktu yang
cukup lama
KERACUNAN NARKOBA
Narkoba
adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan,
pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik
dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya
(Kurniawan, 2008)
Narkoba dibagi dalam 3 jenis :
1. Narkotika
2. Psikotropika
3. Zat adiktif lainnya
1. NARKOTIKA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009).
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
a.
Narkotika golongan I : adalah narkotika yang
paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak
dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk.
b.
Narkotika golongan II : adalah narkotika yang
memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
c.
Narkotika golongan III : adalah narkotika
yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006)
Prekursor narkotika
UU 35/2009 PASAL 1
AYAT 2: “Adalah
zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
narkotika.”
Tujuan pengaturan prekusor Narkotik:
•
PASAL 48
a. melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan prekursor narkotika
b. mencegah dan memberantas
peredaran gelap prekursor narkotika
c. mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan prekursor narkotika
Golongan dan jenis prekusor narkotika:
TABEL I
|
TABEL II
|
Acetic anhydride
N-Acetylanthranilic
Acid
Ephedrine
Ergometrine
Ergotamine
Isosafrole
Lysergic acid
3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
Norephedrine
1-Phenyl-2-Propanone
Piperonal
Potassium
permananat
Pseudoephedrine
safrole
|
Acetone
Anthranilic acid
Ethyl ether
Hydrochloric acid
Methyl ethyl ketone
Phenylacetic acid
Piperidine
Sulphuric acid
Toluene
|
Tanda
dan Gejala Keracunan
Keracunan
dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan akut biasanya terjadi akibat
percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula terjadi pada kecelakaan dan pembunuhan.
Gejala
keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang kemudian disusul oleh
narkosis. Penderita merasa ngantuk, yang makin lama makin dalam dan berakhir
dengan keadaan koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi
saluran nafas, nadi kecil dan lemah, pernafasan sukar, irregular, pernafasan
dangkal – lambat, suhu badan turun, muka pucat, pupil miosis (pin-head size) yang akan melebar kenbali
setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga syok.
Pemeriksaan
Forensik
Pada
korban hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk pemeriksaan
laboratorium.
Pada
pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan, pembesaran
kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia (busa halus dari lubang hidung dan
mulut), sianosis pada ujung jari dan biir, perdarahan petekial pada konjungtiva
dan pada pemakaian narkotika dengan cara sniffing
(menghirup), kadang dijumpai perforasi septum nasi.
Hasil
pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan cair, terdapat gumpalan
masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan bronkus kongesti dan berbusa,
paru kongesti dan edema.
Pemeriksaan
Laboratorium
Bahan
terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan jaringan sekitar
suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan :
-
Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam
60 ml asam sulfat pekat. Tes ini cukup sensitive dengan sensitifitas berkisar
antara 0,05 mikrogram – 1 mikrogram. Hasil positif unutk opium, morfin, heroin,
kodein adalah warna merah-ungu.
-
Uji MIkrokristal : lebih sensitif dan lebih
khas. Caranya 1 tetes larutan narkotika ditambah dengan reagen dan dengan
mikroskop dilihat kristal apa yang terbentuk. Untuk morfin berupa plates, heroin berupa fine dendrites atau rosettes, kodein berupa gelatinous
rosettes dan pethidin berupa feathery
rosettes 



-


(Mun’im Idries, 2008)



2.
PSIKOTROPIKA
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk
mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997)
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan
daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi
(menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu
(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan
daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan
daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh:
lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan
daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra
zepam, diazepam (Martono, 2006)
Tanda
dan Gejala Keracunan
Untuk
barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo, pembicaraan kacau, nyeri
kepala, parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah kronis
(adiksi), dapat berupa kelainan psikiatrik seperti depresi melankolik, regresi
psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil.
Pemeriksaan
Forensik
Gambaran
tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa
sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spoy, dapat ditemukan
vesikel atau bula pada kulit daerah yang tidak tertekan.
Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna
dna seluruh organ dalam menunjukkan tanda perbendungan. Esophagus menebal ,
berwarna merah coklat gelap dan kongestif.
3. ZAT ADIKTIF LAINNYA
Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain
narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakainya, diantaranya adalah :
a) Rokok
b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
c) Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu,
penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan
(Alifia, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu.
Aria, Muti. 2008. Bahan Perkuliahan: Perapotekan. http://bakulprofesiaptuh.blogspot.com/2008/10/kuliah-perapotekan.html. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
Buchari. 2010. Toksikologi Industri. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/07002745.pdf,
diakses tanggal 20 Juni 2012.
Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press.
Emo. 2010. Mekanisme Racun Dalam Tubuh Manusia. http://eemoo.wordpress.com/2010/10/05/mekanisme-racun-dalam-tubuh-manusia/. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
IGD
RSUD BUOL. 2009. Toksikologi. http://igdrsudbuol.blogspot.com/2009/03/toksikologi.html. Diakses
tanggal 16 Juni 2012.
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht). http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b1_2. Diakses tanggal 21 Juni 2012.
Kurniawan, J, 2008. Arti Definisi & Pengertian Narkoba Dan Golongan/Jenis Narkoba
Sebagai Zat Terlarang. http://juliuskurnia.wordpress.com/2008/04/07/arti-definisi-pengertian-narkoba-dan-golonganjenis-narkoba-sebagai-zat-terlarang.
Diakses tanggal 20 Juni 2012.
Martono, dkk, 2006. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba
Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka.
Mun’im Idries, Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam
Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.
Mun’im
Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Bina Rupa Aksara
Prasetya
Putri, Indah. 2011. Toksikologi. http://imindah.blogspot.com/2011/06/toksikologi.html. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
Sinaga,
Edward J. 2010. Peranan Toksikologi Dalam
Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan
Menggunakan Racun. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20996/3/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 21 Juni 2012.
Sya’roni,
Akmal. 2012. Keracunan Akut Bahan Kimia.
http://www.scribd.com/doc/24225307/Keracunan-Bahan-Kimia-Ektasi-Opiat-Makanan2.
diakses tanggal 21 Juni 2012.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika.
Universitas Sumatera Utara.
2011. Toksikologi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23334/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
Wirasuta, IMAG. 2007. Toksikologi Umum. http://www.scribd.com/doc/27116301/Toksikologi-Umum. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
Wirasuta,
IMAG. 2009. Analisis Toksikologi Forensik.
http://gelgel-wirasuta.blogspot.com/2009/12/analisis-toksikologi-forensik.html#!. Diakses
tanggal 16 Juni 2012.
Langganan:
Postingan (Atom)